HILMAN'S ARENA

Jumat, 20 Mei 2016

On 23.11 by Unknown   No comments


1. Kronologi penyandraan 10 WNI oleh Abu Sayyat



·         26 Maret 2016

Bermula saat 10 WNI yang menaiki  kapal Brahma 12 tengah membawa muatan  7000 matriks ton baja dari Sungai Puting di Kalimantan Selatan menuju Filipina dibajak oleh kelompok Abu Sayyat di Perairan Sulu Filiphina



·         28 Maret 2016

Brahma 12 dilepas, 10 awak masih ditahan



·         31 Maret 2016

Menteri luar negeri RI Retno Marsudi telah mengetahui posisi  dan kondisi dimana terjadinya pembajakan

         9 April 2016

Militer Filipina menyerbu kelompok militan Abu Sayyat di wilayah Basilan

·          

·         10 April 2016

Umar Patek menawarkan diri untuk menjadikan negosiator terhadap kelompok Abu Sayyat


·         18 April 2016

Batas pemberian tebusan sandera sebesar 50 juta peso(15 miliyar)


·         28 April 2016

Pemerintah Indonesia hendak melakukan pembebasan sandera namun terkendala belum di izinkan memasuki wilayah Filipina


·         10 Mei 2016 

10 WNI yang di sandera kelompok militan Abu Sayyaf dibebaskan, WNI di antar ke depan kediaman gubernur Sulu. sejauh belum diketahui alasan dibebaskan 10 WNI, namun seorang sumber mengatakan uang 50 juta peso sebagai tebusan telah dibayarkan kepada pihak Abu Sayyaf

2. Bagaimana strategi Negara dalam penyelesaian masalah ?

Pertama:
Panglima Tentara Nasional Republik Indonesia, Jenderal TNI Gatot Nurmantyo telah menyiapkan pasukannya untuk menyelamatkan para sandera jika instruksi turun dari Presiden RI, Joko Widodo.

Pasca penyanderaan 10 warga negara Indonesia oleh kelompok Abu Sayyaf di Filipina, sejumlah personel TNI telah menuju Pulau Natuna dan mempersiapkan diri jika operasi pembebasan digelar.


Kedua :
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan ada peran sejarah masa lalu dalam keberhasilan diplomasi dan negosiasi ketika menyelamatkan 10 WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf. 
"Mayor Jenderal TNI (Purnawirawan) Kivlan Zein ikut membantu pemerintah bernegosiasi dengan kelompok Abu Sayyaf. Kami juga menggandeng kelompok Moro National Liberation Front (MNLF) yang dulu merupakan kelompok di Filipina Selatan itu. Dan karena adanya pengalaman ini," kata Boy Rafli di Jakarta, Senin, 2 Mei 2016.

Selain Kivlan Zein, keberhasilan negosiasi dibantu oleh pendiri MNLF, Nur Misuari. "‎Ada banyak sekali tokoh, dan itu saya apresiasi. Saya mengucapkan terima kasih karena 10 nyawa itu tidak bisa diukur dengan uang. Terlebih kepada pemegang otoritas di Filipina yang memberikan informasinya," ujarnya.


3. Pendapat anda jika terjadi lagi kejadian yang sama di waktu mendatang, apa yang harus dilakukan 


Negara harus berkoordinasi dengan negara tempat terjadinya penyandraan dan negara terdekat dengan lokasi penyandraan untuk memulai proses pembebasan sandera, dimana setiap negara mempunyai sop (standard oprational procedure) tersendiri tentang kemiliteran sehingga militer suatu negara tidak bisa langsung masuk kedalam suatu negara, dimana harus diadakan pembicaraan dan perjanjian untuk keamanan kedua negara.

Baru setelah didapakan ijin militer negara bisa mengirimkan suatu pasukan guna menyelamatkan sandera yang di tawan, hal ini bisa juga berlaku operasi pembebasan sandera adalah kerjasama antar berbagai negara. 

Namun bila tidak di dapatkan ijin militer untuk menerjunkan biasa itu berarti militer negara dimana tempat terjadinya penyanderaan ingin menyelesaikan proses pembebasan sandera tawanan dengan sendirinya karena mereka negara tersebut mungkin mempunyai alasan tersendiri.

Cara lain yang dapat dilakukan untuk pembebasan sandera adalah melakukan negosiasi atau diplomasi dengan penyandera, hal ini pun merupakan hal yang sangat di utamakan karena dapat mengurangi resiko terjadinya banyak korban berjatuhan, negosiasi bisa dilakukan dengan mengirimkan nagosiator atau orang yang dipilih untuk bernegosiasi dengan penyandera, lainnya adalah menyanggupi permintaan yang di minta oleh penyandera.